Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13
tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat
dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk
dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling
sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba
walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering
menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungan dan orangtuanya.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa
depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar
lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung
kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk
didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang
perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras,
mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari
globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala
aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk.
Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan
free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang
menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak
jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling
berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka
sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi
mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya,
di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar.
Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat
berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di
jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena
itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang
idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa
kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak
selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan
kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung
selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang
sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar
pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat
pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian
agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan
mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin
meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak.
Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali
kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua
dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan
si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana.
Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian
sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk
menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi
dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat
anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah
dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan
masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini,
orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara
terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya
diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik
dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan
teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan.
Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah
menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas
tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh
dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang
tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar
20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks.
Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke
jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum
baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius.
Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha
di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang
melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima
persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian
di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu
dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun
2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah
mencapai 29,9 persen.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata
berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus
juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja
erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta
kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat
ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan
remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di
Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian
ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai
gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain
tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab
munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa
dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila
ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa
meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut
dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa
mencapai empat hingga lima kali lipat.
Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup
seks bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi
sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk
melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi bagi remaja
yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat ini
untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan
remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat,
juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam
memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka
kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.
Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan
pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di
kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ
reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit
menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini
bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas. Dalam keterpurukan
dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek bebek saja
terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak sedikit orang tua dengan
alasan sibuk karena termasuk tipe “jarum super” alias jarang di rumah
suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean
dikit di sekolahin di sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama.
Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’,
Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan
adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki. Belum lagi
tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya.
Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar
“sekwilda”, alias sekitar wilayah dada; dan gambar “bupati”, alias buka
paha tinggi-tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah
ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar